Subulussalam, Aceh l Kerusakan lingkungan di Tanah Rencong semakin mengkhawatirkan, namun para pemilik Hak Guna Usaha (HGU) dan pabrik kelapa sawit (PMKS) seolah tutup mata. Alih-alih bertanggung jawab, mereka tetap beroperasi tanpa peduli dampak buruk yang ditimbulkan bagi lingkungan dan masyarakat.
Terbaru, Wali Kota Subulussalam, H. Rasyid Bancin (HRB), mengunggah kondisi mengenaskan akibat limbah pabrik minyak kelapa sawit (PKS) di media sosial pribadinya, Selasa (11/3). Namun, suara protes dari wali kota dan aktivis lingkungan seolah tak berarti bagi para pemilik usaha. Mereka tetap menjalankan bisnisnya tanpa ada niat memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak.
Pabrik Kelapa Sawit & HGU: Mesin Perusak Lingkungan?
Sejumlah PMKS, seperti PT Mitra Sawit Bersama (MSB), PT Sawit Panen Terus (SPT), dan PT PAL, diduga kuat sebagai penyebab utama pencemaran lingkungan di Kota Subulussalam. Limbah pabrik mereka mencemari air, tanah, dan udara, mengancam ekosistem dan kesehatan warga sekitar.
Pencemaran Air: Limbah pabrik mencemari sungai dan sumber air bersih, mengancam kehidupan biota air dan konsumsi warga.
Pencemaran Tanah: Residu kimia dari pabrik menurunkan kesuburan tanah, membuat lahan tak lagi produktif.
Pencemaran Udara: Asap dan bau menyengat dari pabrik menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar.
Tak hanya itu, perluasan lahan sawit yang dilakukan PT Sawit Panen Terus dan PT PAL juga merusak ekosistem. Investigasi terbaru menemukan bahwa pembukaan lahan ilegal ribuan hektar telah menyebabkan satu-satunya sumber mata air Balai Benih Ikan (BBI) di Subulussalam hampir tak lagi bisa digunakan. Jika dibiarkan, tak hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga perekonomian lokal yang bergantung pada perikanan akan lumpuh.
HGU PT Laot Bangko: Janji Plasma yang Tak Kunjung Terwujud
Sementara itu, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi B DPRK Subulussalam, terungkap bahwa PT Laot Bangko yang memiliki HGU seluas 3.704 hektar masih belum memenuhi kewajibannya dalam menyediakan kebun plasma bagi masyarakat. Dari seharusnya 740 hektar, baru sekitar 488 hektar yang terealisasi. Sisanya? Masih terganjal berbagai alasan yang tak jelas.
Lebih parah lagi, sebanyak 2.626 hektar lahan eks-HGU kini dikuasai oleh oknum tak bertanggung jawab. Padahal, lahan ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Sayangnya, hingga kini, janji realisasi kebun plasma masih sekadar omong kosong.
Tuntutan Masyarakat: Hentikan Kerusakan & Ambil Tindakan Tegas!
Masyarakat Subulussalam semakin geram dengan sikap pengusaha sawit yang tak peduli pada lingkungan dan hak-hak rakyat. Jika dibiarkan, kehancuran ekosistem di Tanah Rencong akan semakin parah.
Gertakan pemerintah harus berbuah tindakan nyata! Jika tidak, masyarakat sendiri yang akan bergerak menuntut keadilan.//Tim Invm@